Gemericik
air hujan menemani derap kaki yang terseok-seok melewati gelapnya malam.
Ranting-ranting pohon menari-nari seakan melihat dan menyambut empunya kaki. Ia
berhenti di sebuah rumah, sepi, tak ada orang, ia tertegun dan melihat
arlojinya. Pantaslah, memang hari sudah menunjukkan tengah malam. Tangannya
yang sedikit gemetar menarik ganggang pintu dengan sangat hati-hati, takut
kalau ada yang mendengar, walau sekalipun itu adalah seekor tikus yang lewat.
Setelah
masuk, dengan rambut panjangnya yang masih acak-acakan, ia segera bergegas menuju
kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat.
---
Pagi
hari telah tiba, kokok ayam sudah mulai terdengar dan dilanjutkan sahutan
lantunan azan shubuh. Sang surya pun masih malu-malu menampakkan dirinya untuk
menyambut bumi pertiwi. Pada saat itu pula namun di tempat yang berbeda,
Seorang jabang bayi tercipta dalam rahim seorang ibu. Ia baru saja berumur
beberapa hari, tubuhnya yang masih sangat kecil menempel pada rahim ibunya dan
mencengkram kuat, takut bila terpisah dari Sang Ibu. Meskipun masih sangat
kecil, ia mulai merasakan getaran-getaran jiwa dari rahim ibunya. Ia sangat
sayang ibunya.
Sebelum
ia tercipta, ia bertanya kapada Para malaikat.
“Saya merasa cemas,
jikalau saya terlahir di dunia sendirian, siapa yang akan menemani saya nanti?
Menjaga saya di kala ketakutan dan merawat saya di kala sakit?” tanya Si Jabang
Bayi .
Para
Malaikat hanya tersenyum lalu berkata,
“Tentu saja kamu tidak
akan sendirian, ada seseorang yang akan senantiasa menemanimu, menjagamu, dan
merawatmu dengan sepenuh hati. Dan ia adalah seorang Ibu.”
Dari
perkataan itulah yang membuat Si Jabang Bayi merasa lega dan senang. Ia sangat
menyayangi ibunya. Ia tak sabar ingin bertemu dan memeluk Sang Ibu. Hari ke
hari, tahap-tahap pertumbuhannya selalu ia nikmati hingga akhirnya ia terlahir kelak
ke dunia. Ia sudah mulai tak sabar.
---
Namun,
suatu hari, Ia tiba-tiba merasa terbentur oleh suatu benda yang cukup
membuatnya kaget dan merasa sakit. Ia bingung dan takut. Lalu ia mencoba
bertanya kepada sang Ibu melalui rahim.
“Ibu, apa yang sedang
terjadi? Tidak apa-apa kan dirimu ini? Tubuhku tiba-tiba terasa sakit, seperti
ada sesuatu yang menekan diriku?”
Tidak
ada jawaban dari sang Ibu.
Kemudian
tiba-tiba, ia merasa tidak enak badan,tubuhnya terasa lemas, letih dan perih.
Lalu ia bertanya kembali kepada sang Ibu,
“Ibu, tubuhku tiba-tiba
merasa lemas dan sakit. Apa yang sedang terjadi? Baik-baik sajakah Ibu
ini?"
Masih
tidak ada jawaban dari sang Ibu. Namun, si Jabang Bayi yakin Sang Ibu akan
selalu menjaganya walaupun ia belum bisa berkomunikasi secara langsung dengan
sang Ibu. Ia tetap optimis dan bertahan untuk menyambut keinginannya mendapat
pelukan hangat sang Ibu ketika ia terlahir kelak.
---
Hari
telah berganti, rasa itu kembali datang, kini terasa otaknya yang baru
berkembang tiba-tiba seakan ingin pecah. Sakit sekali rasanya bak ribuan jarum
menusuk kepalanya yang mungil. Ia tetap mencoba bertahan dan yakin sang Ibu
akan terus menjaganya.
Tetapi
rasa itu kemudian semakin parah terasa, semakin sakit dan bahkan membuatnya
semakin tak berdaya. Pertumbuhannya mulai terhenti, darah mulai menyelimuti
tubuhnya. Dalam keadaannya yang demikian, setengah sadar ia terus mencoba
memanggil sang Ibu.
“Ii..buu… Iiib..bu..Ibbuu…
T..tollong s..sa..yyaaa……”
lirih si Jabang Bayi.
Karena
sangking tak kuasa menahan rasa sakit yang teramat sangat, si Jabang Bayi
akhirnya pergi. Meninggalkan sejuta keinginannya terlahir ke dunia dan bertemu
ibunya.
Namun, sebelum malaikat menjemputnya, ia
sempat mendengar percakapan dua orang perempuan.
“Sudah selesai nak, sudah
bersih sekarang.” Kata seorang nenek dengan suara paraunya.
“Si mbok yakin?! Masih
sakit nih..” ucap seseorang yang usianya jauh lebih muda.
“Tenang saja. Sudah aman
kamu sekarang. Dan ini, ada obat penawar buat rasa sakitmu itu” sahut nenek itu
sambil menyodorkan sebungkus obat.
“Tapi mbok? Ini seperti
obat pencahar?? Apa ini aman buat perut saya kalo saya minum?” tanya perempuan
muda itu terlihat kebingungan.
“Sudahlah, jangan banyak
omong kamu nak, minum sajalah itu dan tentunya aman. Lagian Obat-obatan dari
saya semuanya dijamin aman dan manjur. Nyatanya kandunganmu pun sudah berhasil
disingkirkan.” Jelas si nenek sekaligus mempromosikan produk kecilnya.
“iya mbok, terimakasih.
Kalau kandungan itu masih ada, matilah saya nanti menanggung beban ini
sendirian” kata perempuan muda itu.
“Lah memangnya dimana
bapak dari anakmu ini?” tanya si nenek.
“menghilang mbok, setelah
malam gerimis itu” lirih si perempuan muda.
“hmm.. memang dasar para lelaki maunya yang
enak dan senang-senang saja. Lah trus, apa sudah kau kabari bapaknya itu?”
celoteh
si nenek, membuyarkan lamunan perempuan muda itu. Wajahnya yang mulai terlihat
muram, kepalanya tertunduk melihat dasar lantai rumah si nenek., seperti ada
rasa mengasihani diri sendiri terhadap suasana hatinya yang tiba-tiba jadi
kalut. Ia menyesal. Ia teringat akan malam-malam itu, ketika ia selalu pulang
malam dan harus mengendap-endap masuk rumah.
“mmm, belum sempat mbok,
sekarang dia sulit dihubungi. Saya tengok ke tempat kosnya pun sudah nggak ada.
Tapi kalau bayi ini sudah nggak ada, saya sedikit merasa tenang, karna Papa dan
mamah nggak bakalan curiga lagi.” Jelas si perempuan muda, wajahnya kini
terlihat mulai ringan ketika mengucapkan kalimat terakhir.
“Ooh, begitu. Yayaya, si
mbok mengerti. Oh ya, soal biaya yang kurang, tenang saja kamu bisa menyusul
besok yang penting udah ada uang mukanya yang gede” kata si nenek sambil
tersenyum.
“Eh, dan satu lagi. Kalau
besok kamu kembali lagi ke sini, tolong jangan pakai baju putih abu-abumu itu.
Bikin orang curiga saja, bisa di grebek saya ngelayanin anak sekolahan kayak
kamu.” Lanjut si nenek yang kemudian mengambil seputung rokok yang ada di atas
meja.
“Oh, iya mbok.” Jawab si
perempuan muda itu. Lalu ia langsung berpamitan pulang.
---
Di
sisi lain, roh si Jabang Bayi yang dari tadi sempat memperhatikan pembicaraan
mereka, merasa sangat sedih dan terpukul. Hatinya hancur dan berkecamuk,
merasakan antara sedih, marah, kecewa, dan sakit hati. Dosa apa yang telah ia
lakukan? Kesalahan apa yanf telah ia perbuat? Sehingga membuat sang Ibu
membencinya hingga sampai ia tega membunuh anaknya sendiri. Anak yang
sesungguhnya tidak tahu menahu tentang apa-apa, ia belum mengerti apa itu
dunia, apa itu kehidupan manusia, apa itu arti hidup, apalagi tentang apa itu
dosa. Yang ia tahu hanyalah perasaan yang tumbuh dari dirinya tentang rasa
sayang dan cinta terhadap sang Ibu. Namun, apa yang terjadi?. Kebeodohan cinta
yang fana, dorongan hawa nafsu yang menggila serta bisikan syaitan telah
menyebabkan si Jabang Bayi menjadi korban.
bagus postingangya ;)
BalasHapusHehe.. iya, makasi.iseng2 coret2 kwi, tahap belajar.hhe
Hapus